Keselamatan dan Kesehatan Kerja
A.1 Pendahuluan
Keselamtan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting yang harus dipahami dan diterapkan dalam dunia kerja, utamanya di dunia industri modern. Di dalam industri modern terdapat berbagai mesin, peralatan, dan proses produksi yang menuntut prosedur tertentu supaya terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Secanggih apapun mesin yang digunakan atau sebesar apapun produksi yang dihasilkan, semua itu tidak ada artinya apabila merugikan manusia atau pekerja. Hal
ini didasari pertimbangan bahwa apabila terjadi kecelakaan kerja, terdapat dua kerugian, yaitu kerugian materi dan non materi. Kerugian yang bersifat materi dapat dicari gantinya serta dapat dinilai dengan
uang, tetapi kerugian non materi, misalnya cacat, sakit, atau bahkan meninggal dunia, tidak dapat dinilai dengan uang. Dengan menyadari arti penting keselamatan dan kesehatan kerja tersebut, maka sebelum terjun langsung di dunia kerja, seorang pekerja harus mengetahui rambu-rambu, peraturan-perundangan (regulasi), prosedur penerapan K3, serta teknis penerapan K3 di lapangan. Pada prinsipnya, tujuan utama penerapan K3 adalah agar kita dapat bekerja dengan aman, nyaman, terhindar dari kecelakaan, termasuk ledakan, kebakaran, penyakit akibat kerja, serta pencemaran lingkungan kerja.
A.2. Peraturan Perundangan K3
Terdapat banyak peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Peraturan perundangan tersebut berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri serta Surat Edaran Menteri. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menangani K3. Salah satu Undang-Undang yang terkait dengan K3 adalah Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undangundang ini merupakan pengganti undang-undang tentang K3 pada masa pemerintahan Belanda, yaitu Veiligheids Reglement Tahun 1910 (VR 1910 Stbl. 406). UU No. 1 Th. 1970 terdiri dari 11 Bab dan 18 Pasal, dan mulai berlaku sejak 12 Januari 1970.
Undang-Undang lain yang terkait dengan K3 adalah Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini terdiri dari 28 bab dan 193 Pasal, dan mulai berlaku sejak 25
Maret 2003. Walaupun Undang-undang ini banyak mengatur tentang ketenagakerjaan, namun disinggung juga tentang K3, terutama pada Bab X yang berisi tentang Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan. Terkait dengan K3 di bidang pesawat uap dan bejana tekan, terdapat
Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonantie 1930). Selain Undang-Undang, terdapat beberapa peraturan yang merupakan penjabaran atau pelaksanaan dari Undang-undang tentang
K3. Beberapa peraturan yang terkait dengan K3 di bidang industri yang perlu diketahui antara lain:
a. Paraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening 1930).
b. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahn 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan, dan Penerangan di Tempat Kerja.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Kesehatan Kerja.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/1982 tentang Bejana Tekan.
g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04.MEN/1987tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
h. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-02.MEN/1992 Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
k. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP. 13/MEN/1984 Tentang Pola Kampanye Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sebagai penjabaran dari peraturan perundangan di atasnya, terdapat beberapa Peraturan Khusus yang mengatur lebih detail tentang pelaksanaan K3. Beberapa Peraturan Khusus yang perlu diketahui antara lain:
a. Peraturan Khusus AA
Peraturan Khusus untuk Pertolongan Pertama pada Kecelakaan.
b. Peraturan Khusus B
Peraturan Khusus tentang Instalasi-instalasi Listrik Arus Kuat dalam Pabrik- pabrik, Bengkel-bengkel dan Bangunan-bangunan.
c. Peraturan Khusus DD
Peraturan Khusus untuk Bejana-bejana berisi udara yang dikempa dan dipergunakan untuk menggerakkan motor-motor bakar.
d. Peraturan Khusus FF
Peraturan Khusus mengenai Perusahan-perusahaan, Bengkel bengkel dimana dibuat, dipakai aatau dikempa gas di dalabotol baja, silinder atau bejana.
e. Peraturan Khusus K
Peraturan Khusus mengenai Pabrik-pabrik dan Tempat-tempat dimana bahan bahan yang dapat meledak diolah atau dikerjakan
f. Peraturan Khusus L
Peraturan Khusus mengenai Usaha-usaha Keselamatan Kerja untuk Pekerjaan- pekerjaan di Tangki-tangki Apung.
Banyaknya peraturan perundangan di atas tidak untuk dihafal, namun sekedar untuk diketahui, dipahami dan selanjutnya dapat diterapkan di lapangan. Untuk mengetahui isinya, para calon tenaga kerja dapat memilih dan membaca peraturan perundangan yang sesuai dengan bidang yang terkait langsung dengan pekerjaannya. Untuk mendapatkan undang-undang dan peraturan tersebut sebagian dapat dibeli di toko buku. Apabila tidak ditemukan di toko buku, dapat ditemui di perpustakaan-perpustakan atau di dinas/instansi terkait.
A.3. Prosedur Penerapan K3
Setelah mengetahui peraturan perundangan tentang K3, yang tak kalah penting adalah menerapkan prosedur K3 di tempat kerja. Bidang pekerjaan maupun tempat kerja bermacam-macam, oleh karena itu masing-masing bidang pekerjaan memerlukan prosedur penerapan K3 yang berbeda. Namun demikian terdapat beberapa prinsip dasar penerapan K3 yang berlaku secara umum. Salah satu aspek yang perlu diketahui adalah pengetahuan tentang alat-alat pelindung diri.
Pemakaian alat pelindung diri atau pekerja perlu disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Misalnya alat pelindung kepala bagi pekerja proyek bangunan dengan operator mesin bubut akan lain, demikian juga kaca mata bagi opertor mesin bubut tentu lain dengan kaca mata bagi operator las. Secara umum, berbagai alat pelindung diri bagi pekerja meliputi:
a. Alat pelindung kepala (berbagai macam topi, helm)
b. Alat pelindung muka dan mata (berbagai jenis kaca mata)
c. Alat pelindung telinga (berbagai macam tutup telinga)
d. Alat pelindung hidung (berbagai macam masker)
e. Alat pelindung kaki (berbagai macam sepatu)
f. Alat pelindung tangan (berbagai macam sarung tangan)
g. Alat pelindung badan (apron, wearpack, baju kerja)
Gambar 3.1.Berbagai macam alat pelindung diri
Biasanya tiap perusahaan/industri mempunyai model, warna pakaian kerja, serta alat pelindung diri lain yang sudah ditentukan oleh masingmasing perusahaan. Seorang pekerja tinggal mengikuti peraturan pemakaian pakaian kerja serta alat pelindung diri yang sudah ditentukan perusahaan.
Perlu mendapatkan penekanan adalah kesadaran dan kedisiplinan pekerja untuk memakai pakaian dan alat-alat peindung diri tersebut. Kadang-kadang pekerja enggan memakai alat pelindung diri karena merasa kurang nyaman atau tidak bebas. Hal ini dapat berakibat fatal. Pekerja tidak menyadari akibat atau dampak yang terjadi apabila terjadi kecelakaan kerja. Contoh sederhana adalah pemakaian helm bagi pengendara sepeda motor, mereka memakai helm apabila ada polisi saja. Padahal pemakaian helm adalah demi keselamatan mereka sendiri.
A 4. Penerapan K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Terkait dengan materi buku ini yang banyak mengulas tentang mesinmesin konversi energi, utamanya tentang pompa, kompresor dan ketel uap, maka pembahasan tentang K3 dipilih yang berhubungan dengan pesawat uap dan bejana tekan. Berdasarkan Undang-Undang Uap Tahun 1930 pasal 12, pesawat uap harus dilengkapi dengan alat pengaman yang disesuaikan dengan penggolongan ketel uapnya. Dengan adanya alat pengaman, maka pesawat ketel uap yang dioperasikan akan aman bagi operator maupun lingkungannya. Perlengkapan ketel uap seperti yang disyaratkan dalam Undang
Undang Uap terdiri dari:
a. Katup Pengaman (Safety Valve)
Alat ini berfungsi untuk menyalurkan tekanan yang melebihi kapasitas tekanan ketel. Apabila tidak ada katup pengaman, ketel dapat meledak karena adanyanya tekanan lebih yang tidak mampu ditahan ketel.
b. Manometer (Pressure Gauge)
Alat ini berfungsi untuk mengetahui tekanan yang ada dalam ketel uap dan tekanan kerja yang diijinkan dari ketel uap harus dinyatakan dengan garis merah.
c. Gelas Praduga (Water Level)
Alat ini berfungsi untuk mengetahui kedudukan permukaan air dalam ketel uap.
d. Suling Tanda bahaya
Alat ini berfungsi untuk memberi isyarat suara apabila air di dalam ketel melampaui batas terendah yang ditentukan.
e. Keran Pembuang (Blow Down)
Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan kotoran berupa lumpur, lemak, dan kotoran lain dari dala ketel. Yang perlu diperhatikan adalah pada waktu membuka keran ini, ketel pada kondisi tekanan dan suhu yang sudah rendah serta pembukaan dilakukan secara perlahan-lahan.
f. Lubang Pembersih
Lubang pembersih berguna bagi petugas pemeriksa/pembersih ketel uap dalam membersihkan atau mengeluarkan kotoran kotoran dari dalam ketel.
g. Plat Nama
Plat nama berbentuk persegi panjang ukuran 140 x 80 mm dan harus dipasang pada ketel yang berguna untuk mengetahui data yang ada pada ketel uap.
Selain perlengkapan pengaman di atas, yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah pemeliharaan dan pengawasan pesawat uap pada waktu operasional. Hal ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau kecelakaan kerja. Apabila sampai terjadi gangguan atau kecelakaan kerja, kerugian yang timbul antara lain: a) Terganggunya proses produksi, b) Produktivitas menurun, c) Kualitas produksi jelek/tidak sesuai standar, d) Hilangnya waktu kerja, e) Biaya perbaikan pesawat, dan f) Kerugian bagi pekerja yang tertimpa kecelakaan (sakit, cacat, dan meninggal
dunia).
Menyadari dampak yang timbul akibat gangguan atau kecelakaan kerja tersebut, maka penting untuk diperhatikan perlengkapan K3 bagi seorang pekerja, baik menyangkut pekerja, mesin dan peralatan, maupun lingkungan tempat kerja.
Kecelakaan atau bahaya yang mungkin timbul dari pesawat uap dan bejana tekan bermacam-macam, antara lain:
a. Semburan api, air panas, uap, gas dan fluida lain
b. Debu berbahaya
c. Pencemaran lingkungan berupa asap/gas berbahaya
d. Sentuhan listrik
e. Kebakaran
f. Ledakan
g. Gangguan kesehatan
h. Dan lain-lain.
Kecelakaan (accident) di atas dapat timbul karena beberapa hal, antara lain:
a. Konstruksi yang salah atau tidak memenuhi syarat
b. Tidak dilengkapi alat pengaman, atau terdapat alat pengaman tetapi tidak berfungsi dengan baik
c. Pemeriksaan yang tidak teliti
d. Proses kerja yang tidak normal/tidak sesuai prosedur
e. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur
f. Terdapat cacat konstruksi pada saat pengoperasian
Untuk mencegah dan menghindari kecelakaan kerja, perlu dilakukan pengawasan kerja secara menyeluruh mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pemakaian/pengoperasian pesawat uap dan bejana tekan beserta instalasinya.
A.5. Kebakaran dan Penanganannya
Dari berbagai jenis kecelakaan di tempat kerja, yang perlu mendapatkan perhatian adalah kebakaran. Kecelakaan jenis ini paling rawan terjadi, baik di tempat kerja umum dan lebih-lebih di industri, pabrik atau bengkel. Apabila sampai terjadi kebakaran, kerugian yang ditimbulkannya pun cukup besar, bukan hanya kerugian materi tetapi juga kerugian non materi, misalnya korban meninggal dunia.
Kebakaran dapat disebabkan oleh beberapa hal, dan kadang-kadang oleh sebab yang sepele, antara lain membuang puntung rokok sembarangan, percikan api, hubungan pendek listrik, tata letak peralatan dan bahan yang sembarangan, ledakan tabung, dan lain-lain. Mengingat rawannya kebakaran serta besarnya kerugian yang mungkin timbul, maka penanganan tentang kebakaran perlu mendapat perhatian bagi
pekerja.
Secara teori, kebakaran atau api dapat terjadi karena 3 (tiga) unsur yang ada secara bersamaan, yaitu: oksigen, panas, dan bahan yang dapat terbakar.
Dengan teori tersebut dapat dipahami bahwa apabila salah satu unsur tidak ada, maka kebakaran atau api tidak akan terjadi. Pemahaman Terdapat empat prinsip dalam pemadaman api, yaitu:
a. Prinsip mendinginkan (cooling), misalnya dengan menyemprotkan air.
b. Prinsip menutup bahan yang terbakar (starvation) , misalnya menutup dengan busa.
c. Prinsip mengurangi oksigen (dilotion), misalnya menyemprotkan gas CO2.
d. Prinsip memutus rantai rangkaian api dengan media kimia
e. Penerapan prinsip-prinsip pemadaman kebakaran di atas tidak dapat disamaratakan, tetapi harus memperhatikan jenis bahan apa yang terbakar dan media apa yang sesuai untuk memadamkannya.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu pada standar Amerika NFPA (National Fire Prevention Association), yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1980. Berdasarkanp
NFPA, terdapat 4 (empat) klasifikasi kebakaran, seperti pada Tabel di bawah.
Mengingat karakteristik bahan yang terbakar yang berbeda-beda, maka diperlukan media pemadaman yang berbeda pula sehingga proses pemadaman berhasil efektif, seperti terlihat pada tabel di bawah.
VVV: sangat efektif
VV : dapat digunakan
V : kurang tepat/tidak dianjurkan
X : tidak tepat
XX : merusak
XXX: berbahaya
*): tidak efisien
**) : kotor/korosif
A. 6. Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang disingkat dengan K3. Apabila dicermati, sebenarnya terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, masalah keselamatan, dan yang kedua masalah kesehatan. Kedua hal ini berbeda, namun saling terkait. Berbicara masalah keselamatan berarti terkait bagaimana supaya bekerja dengan selamat dan tidak terjadi kecelakaan. Sedangkan masalah kesehatan, terkait bagaimana supaya pekerja dalam kondisi sehat atau tidak terkena penyakit akibat kerja.
Dengan pengertian ini, maka dapat terjadi kondisi dimana pekerja tidak mengalami kecelakaan namun menderita sakit, misalnya kebiasaan bekerja yang buruk, menghirup udara kotor, berdebu atau gas beracun, atau bekerja di lingkungan kerja yang tidak sehat. Lebih lanjut, orang yang terkena penyakit akan lebih mudah atau rawan mengalami kecelakaan kerja. Dengan demikian antara keselamatan dan kesehatan kerja saling terkait.
Peraturan perundangan yang khusus mengatur tentang kesehatan kerja telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Dalam uraian ini akan dibahas sedikit tentang faktor-faktor bahaya lingkungan yang dapat menimbulkan kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Fisik
1) Kebisingan, yaitu bunyi yang didengar sebagai suatu rangsangan pada telinga dan tidak dikehendaki. Kebisingan di atas batas normal (85 dB) harus dihindari guna mencegah gangguan syaraf, keletihan mental, dan untuk meningkatkan semangat kerja.
2) Iklim Kerja, yaitu suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pad suatu tempat kerja. Suhu ideal sekitar 24-26ยบ C. Suhu yang terlalu tinggi dapat berakibat dehidrasi, heat cramps, heat stroke, dan heat exhaustion.
3) Penerangan/Pencahayaan, merupakan suatu kondisi agar pekerja dapat mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas, cepat, nyaman, dan aman. Intensitas penerangan dipengarhi oleh jenis sumber cahaya (lampu listrik, sinar matahari, dll), daya pantul, dan ketajaman penglihatan. Kebutuhan akan intensitas penerangan dipengaruhi juga oleh tempat kerja dan jenis pekerjaan. Apabila penerangan kurang, dapat berakibat pada kesehatan, misalnya: kelelahan mata, kelelahan mental, sakit kepala, dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
4) Radiasi, yaitu efek negatif dari gelombang mikro, sinar ultra violet, dan sinar infra merah. Gangguan kesehatan karena radiasi dapat berupa kerusakan kulit, kerusakan mata, hingga gangguan syaraf.
5) Tekanan Udara, dapat berupa kondisi tempat kerja dengan tekanan udara terlalu rendah atau terlalu tinggi sehingga dapat menggangu kesehatan kerja.
6) Getaran, biasanya muncul bersamaan dengan kebisingan. Efek getaran yang berlebihan dapat menggangu peredaran darah, gangguan syaraf, hingga kerusakan sendi dan tulang.
b. Faktor Kimia
Penanganan bahan kimia dalam industri memerlukan perhatian khusus agar dapat memberikan perlindungan optimal bagi pekerja, masyarakat umum dan lingkungan sekitar. Terdapat berbagai jenis bahan kimia berbahaya, antara lain bahan kimia mudah terbakar, seperti benzena, aseton, dan eter; bahan kimia mudah meledak, antara lain ammonium nitrat dan nitrogliserin; bahan kimia beracun dan korosif misalnya asam chlorida, serta bahan kimia yang bersifat radioaktif.
c. Faktor Biologi
Faktor biologis penyakit akibat kerja banyak ragamnya, antara lain karena virus, bakteri, jamur, cacing, dan kutu. Penyakit akibat faktor biologis biasanya dapat menular, sehingga upaya pencegahan akan lebih baik, misalnya dengan menjaga kebersihan lingkungan serta pemberian vaksinasi.
\
d. Faktor Psikologi
Gangguan kesehatan tidak hanya yang terlihat namun dapat berupa gangguan psikologi atau kejiwaan dimana hal ini hanya terlihat dari perilaku pekerja. Pekerja yang stress atau mengalami tekanan jiwa karena lingkungan kerja yang tidak kondusif akan berpengaruh besar pada produktivitas kerja. Oleh karena itu perlu diciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman dengan memanipulasi lingkungan fisik mauapun lingkungan sosial atau hubungan antar pekerja.
e. Faktor Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh keluaran (output) yang optimum. Dengan kata lain, penerapan prinsip ergonomi merupakan penciptaan suatu kombinasi yang paling serasi antara dua sub sistem, yaitu: tekno-struktural (perangkat keras, mesin, alat) dengan sosio-prosesual (kemampuan anggota badan, indera manusia). Misalnya, dalam mengatur ukuran tinggi rendahnya mesin harus disesuaikan dengan tinggi badan operator/pekerjanya sehingga si pekerja tidak mudah lelah. Kombinasi hubungan mesin/alat dengan kemampuan manusia yang semakin baik dapat meningkatkan produktivitas, sebaliknya apabila tidak seimbang dapat berakibat pada penurunan produktivitas, target tidak tercapai, hingga dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.